Sindoro Sumbing Pasangan Abadi Sampai Mati



Wakhidahmad.Com - Sindoro Sumbing yang tak jauh dari kampung halaman. Berisi pemandangan spektakuler, puncaknya menjuang tinggi megah dan tegak. Sifatnya seperti pisau dan kapak yang menjelma menjadi puncak.

Penampilannya tenang gagah dan menawan di hadapan orang-orang. Jika engkau menyaksikan pemandangan itu, niscaya hati mengirimkan desahan sejati “bumi mencapai alam surgawi yang tak terbatas dan gunung mencapai puncak kejayaan”.

Langit dan bumi yang lurus seperti dua musim iklim tropis, merangkul keabadian, menginspirasi kehidupan. Sepertinya Sindoro Sumbing yang berpasangan tanpa bosan menatap satu sama lain.


Dulu mereka saling terhubung tanpa ada batas untuk meyambung. Puncaknya bagai pedang tajam tinggi masuk kedalam langit. Mengakar kedalam bumi menjadi tempat yang disebut wingit.

Jika kau memanjat dan memandang jauh-jauh, bunga-bunga menahan dingin saling bertarung, angin bertiup, bunga-bunga bergoyang. Seakan merasakan keindahan surga berjuang untuk hulu. Seperti lukisan yang bermartabat, seperti puisi yang mendalam memancarkan keagungan.

Pinus hijau tinggi dan lurus, rumput-rumput hijau dan subur. Angin menerpa semilir merasuk menembus kulit. Wewangian dau duan dan bunga bermekaran, menyentuh hati. Memandangi langit biru, awan putih, lereng tinggi dan burung asik saling bernyanyi.

Setiap tempat dipenuhi dengan canda dan tawa, alam seperti dapat bicara. Setiap tempat penuh dengan sinar matahari, Seperti mengiyakan penikmatnya untuk mengagumi. Ketika tidak ada kabut cerah menampakkan wujud dan ketika ada kabut sembunyi dalam selimut.

Di lereng ada jurang yang memiliki aliran kecil jernih tanpa ada pamrih. Pasir dan kerikil dapat terlihat dengan jelas tanpa harus menguras. Dinding bebatuan  kedua sisi aliran berwarna-warni saling melengkapi.

Pohon-pohon yang rimbun dan bambu yang selalu hijau, menarik kawanan burung untuk bermain dan berkicau. Ditambah dengan tiga atau lima kelompok bunga, tersipu malu melihat burung saling merayu.

Dihadapan mata terlihat orang tua pencari rumput membawa keranjang bambu. Memanjat tanpa tanpa rasa ragu terlihat sudah bersahabat akrab. Dilain sudut terlihat seperti gadis muda langsing yang menunjukkan kecantikan dan menari di atas pegunungan.

Dengan enggan aku berjalan turun, dengan emosi yang tak terbatas aku harus rela untuk melepas. Alam benar menakjubkan, menciptakan pemandangan yang begitu indah untuk dinikmati, keajaiban yang harus disyukuri.
Angin sepoi-sepoi dan bulan yang cerah, kapan aku bisa membahagiakanmu ? 

Memikirkan Sindoro Sumbing membuatku mabuk. Mereka berdiri di samping satu sama lain, beberapa menjulang ke awan, beberapa seperti burung gagak membentang, beberapa seperti naga terbang, beberapa seperti sapi berbaring, dan mereka menginspirasi.

Gunung dan air saling berdampingan, memungkinkan jiwa untuk mengasah, bereinkarnasi, dan bertemu di padang pasir. “Mengapa kamu terus mengalir?”

Gunung bertanya, “Bukankah pantas bagimu untuk membuat ladang yang baik? Bukankah ini layak untuk menghadapi kemunduran yang dihadapi?

Bukankah itu sepadan dengan rasa sakit untuk menyelesaikan semua jenis rasa sakit?” Air tidak menjawab, tetapi masih memperbesar rasa sakitnya , Menggulung batu dan pasir, membanjiri desa merobohkan singgasana.

Kerena pertanyaanya tidak jawab, gunung bertanya lagi “ Kenapa kau lakukan itu air ? Dengan lantang air menjawab “ Tak ada yang harus di jawab, hanya saja kita yang lebih tau mana tangan-tangan jahil yang membuat keadaan alam tidak stabil.

1 Komentar

Lebih baru Lebih lama