Mental Menerabas dan Ilmuan Hipokrit

Mental Menerabas dan Ilmuan Hipokrit
Mental Menerabas dan Ilmuan Hipokrit

WakhidAhmad.com - Istilah mentalitas menerabas telah lama didengar dalam kebudayaan masyarakat Indonesia. Adigium menggambarkan suatu perasaan diri, pemikiran, bahkan sikap bernada minor. Mentalitas menerabas berkonotasi buruk disematkan pada seseorang atau kelompok yang lebih menonjolkan hasil daripada menghargai proses.

Koentjaraningrat, salah seorang antropolog Indonesia terkenal, dalam bukunya Kebudayaan, Mentalitet dan Pembangunan memberikan gambaran holistik mengenai mentalitas menerabas yang masih kuat mengendap dalam kesadaran masyarakat kita. Menurutnya, salah satu sifat jelek manusia Indonesia adalah memiliki mental menerabas.

Menerabas ialah nafsu mencapai tujuan secepat-cepatnya tanpa banyak berusaha secara bertahap dari awal hingga akhir. Sikap mental ini diikuti sifat-sifat buruk lainnya, seperti tidak berdisiplin, suka mengabaikan tugas diberikan dan meremehkan kualitas. Orang bermental menerabas suka mendobrak dan menembus aturan-aturan berlaku.

Ia mengambil jalan pintas agar tujuan dicapai. Baginya tidak perlu proses, yang penting hasil. Kalau proses terlalu panjang untuk mencapai hasil, maka proses itu dipintas, sehingga menghemat tenaga, pikiran dan biaya. Mental menerabas ini membuat orang tidak memiliki orientasi jauh ke depan. Jangkauan pemikiran dan pandangannya pendek, hanya kini dan di sini.

Mental menerabas hanya akan melahirkan manusia-manusia pengecut. Ia tidak mau dan tidak berani mengambil risiko dari apa dilakukannya. Yang terbayang baginya adalah kesenangan sesaat. Karena itu, ia tidak mau bersusah payah menjalani proses mencapai tujuan tersebut. Pada gilirannya, aturan baginya hanyalah penghalang mencapai tujuan. Kalau perlu, agar terkesan tidak melanggar aturan, ia mengakali dan memanipulasi aturan tersebut, sehingga orang tertipu oleh perilakunya. 

Orang memiliki mental menerabas bersikap oportunis, hipokrit, mencari kesempatan dalam kesempitan, merugikan orang lain, melakukan berbagai cara memenuhi ambisi dan melakukan hal-hal lain yang menguntungkan dirinya. Ia tidak peduli orang lain susah akibat perilakunya.

Fenomena manusia bermental menerabas kerap kita temukan pula dalam lembaga pendidikan. Di sekolah bahkan Perguruan Tinggi, cara-cara culas akibat dominasi mental rapuh acap dijumpai. Kaum pelajar dan insan akademik menghianati kejujuran demi satu tujuan tertentu. Misalkan saja ketika Ujian Nasional berlangsung atau ujian semesteran bagi mahasiswa, fenomena ketidakjujuran dalam bentuk kegiatan saling mencontek kerapkali terjadi.
Mereka sudah tak peduli lagi apakah tindakan itu merusak mata hati, kejujuran intelektual, hingga sikap diri. Bagi mereka yang penting hasil didapat tanpa memikirkan proses yang baik. Fenomena yang sama tapi dengan cara berbeda kita dapat melihat saat pelajar terjebak pada kebiasaan copi paste tugas-tugas kuliah dan atau sekolah.

Kebanyakan mereka tak mau bersusah payah berkorban waktu, pikiran, tenaga, dan lainnya untuk dapat mengerjakan tugas akademik secara optimal. Yang muncul dalam pikirannya hanya perilaku instan, jalan pintas, cara-cara culas akibatnya bobroknya moral serta ia dikuasai mental menerabas.
Ini sungguh sangat parah. Sebagai kaum intelektual dan agen perubahan, sejatinya masyarakat terdidik mesti jujur sejak dalam pikiran. Begitu kata sastrawan Pramoedya Ananta Toer. Kejujuran menjadi kata kunci penting dimiliki peserta didik. Namun kejujuran kadang pudar karena kuatnya dorongan mentalitas menerabas.

Walhasil, kita menjadi manusia hipokrit kata Muchtar Lubis. Manusia yang tidak berani bertanggung jawab atas perbuatan dilakukan. Kita tak berani mengatakan yang salah itu salah dan yang benar itu benar. Kita terjebak dalam kemunafikan-kemunafikan. Kebiasaan korupsi dan kegiatan korup kemudian melembaga menjadi sesuatu yang seakan dinilai sebagai bentuk kewajaran. Penipuan dianggap biasa.

Dalam konteks lebih luas, dampak dari mentalitas menerabas melahirkan manusia yang menghalalkan segala cara, mengabaikan proses dan mengutamakan hasil—jelas akan sangat berbahaya bagi perkembangan dunia
akademik serta suatu bangsa. Sebab seseorang dengan tipe dan karakter seperti ini akan menjadi penindas orang lain maupun tanah air sendiri.Ia lakukan segala hal meski itu melanggar aturan sosial demi memenuhi kepentingan diri sendiri ataukah untuk kelompoknya.

Kita sering mendengar ada oknum pejabat kampus/sekolah menggelapkan uang umum hanya untuk kepuasaan pribadi. Kekuasaan digenggam dimanfaatkan untuk melakukan kebohongan, penghianatan, bahkan penyalahgunaan takhta. Pendek kata, karena mentalitas menerabas ia gunakan jabatan sebagai alat memperkaya diri maupun komunitas yang doyan korup.

Mentalitas menerabas diputus. Sifat hewaniyah yang ada dalam diri manusia dapat ditanggalkan sejenak. Kita belajar menghargai proses. Dari situ kita akan menghargai diri sendiri dan kita dihormati orang lain. Begitulah cara memuliakan manusia. Semoga!


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama