Mahasiswa Aktivis dan Akademisi


Mahasiswa Aktivis dan Akademisi
Mahasiswa Aktivis dan Akademisi
WakhidAhmad.com - Orientasi orang kuliah beragam. Ada hanya ikut trend. Mungkin, ada pula disuruh orang tua. Atau ingin mendapat ijazah, memperoleh kedudukan sosial, mencari kerja, dan lain-lain. Tak jarang orang kuliah impian sejak lama, panggilan bathin seseorang. Selain itu, orang kuliah didorong keinginan menjadi aktivis, akademisi, ilmuan, atau memadukan ketiganya dan salah duanya.

Ini masalah pilihan. Tapi tak jarang, pilihan kadang meleset, apalagi jika keputusan tak didasari pertimbangan rasional dan pengetahuan. Misal, masuk Perguruan Tinggi motif semata mendapat ijazah, atau ingin dihormati orang lain—motivasi ini penulis tak bahas karena hemat saya itu tak penting serta bukan hal fundamental orang kuliah.

Tulisan saya hendak mengurai betapa pentingnya jika kita kuliah menjadi akademisi sekaligus sebagai aktivis kampus. Sebagai akademisi-aktivis, merupakan pilihan tepat mahasiswa baru. Pasal, tak banyak orang/mahasiswa mampu melakukan itu. Biasanya, keduanya didikotomikan bahkan tak jarang dibenturkan.

Saya berpendapat, keduanya dipadukan karena saling melengkapi. Ketika kuliah, senang atau tak senang, apalagi bagi mahasiswa baru rutinitas kegiatan perkuliahan wajib diikuti. Mulai pagi bahkan hingga sore hari aktivitas akademik selalu ada. Mulai pagi masuk kelas, mendapat pelajaran, mengerjakan tugas, mengikuti kegiatan ilmiah (baca: membaca, diskusi, dan menulis), hingga selesai jam kuliah.
Secara normatif, rutinitas umum kampus itu biasa ditemui. Kegiatan akademik, belum cukup mampu membekali peserta didik menjadi pribadi unggul, atau intelektual brilian, cerdas kognitif, afektif, dan psikomotorik. Jika dikalkulasi, kegiatan akademik kampus baru 30-40 persen ilmu didapatkan. Itu artinya, masih butuh ruang belajar lain dalam membekali dan menambah pengetahuan/cakrawala berpikir.

Menjadi aktivis kampus pun pilihan terbaik dalam menunjang proses belajar yang belum sempurna. Dalam UU Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003, ruang belajar di bagi atas tiga jenis yang saling berkaitan dan saling mengisi satu dengan lain. Yakni, wilayah formal, informal, dan non-formal.

Dalam kaitan itu, belajar dalam ruang informal dan non-formal dapat dilakukan ketika Anda menentukan pilihan menjadi aktivis. Apakah aktivis intra atau ekstra kampus—terserah Anda. Bergabung di PMII, HMI, KAMMI, GMNI, GMKI, lembaga Pers Mahasiswa, atau UKM. Itu pilihan Anda. Tapi yang jelas dapat memadukan antara dunia aktivis dan aktivitas akademisi merupakan alternatif pilihan terbaik ketika kuliah.


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama